15 June 2007

MENATA KEMBALI SENI KRIYA


MENATA KEMBALI SENI KRIYA
Dalam Kajian Historis Dan Estetik Melalui Pendekatan Multidisplin

Kalau kita melihat suatu kondisi buruk dan tidak baik, tidak ada perubahan, dan tidak menyenangkan, dan lain sebagainya, apa yang harus kita lakukan? Jawabnya adalah menata kembali, menyusun kembali. Apa-apa yang terjadi kesalahan dimasa lalu tidak terjadi dimasa sekarang ini dan tidak berlarut-larut, dan menjadi pengkristalan dan kemiskinan berpikir.

Menata kembali seni kriya bukanlah tugas yang ringan, bukan pula semudah membalikkan telapak tangan, dibutuhkan analisa yang sangat tajam, berpikiran kritis, pembacaan secara menyeluruh, karena menata kembali menghasilkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya.

Menata berasal dari kata “Tata” yang berarti menyusun untuk memperindah, untuk menarik intisari dari menata dalam tulisan ini adalah menyusun kembali untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan tidak terulang kejadian semula (baca; Perkembangan Seni Rupa Desain)

Sebagai perbandingan pengamat membuat suatu perbandingan kenapa seni rupa desain dan seni lukis bisa mengalami perkembangan yang sangat signifikan seperti sekarang ini, pengamat lebih memfokuskan untuk melakukan perbandingan yaitu seni lukis karena sangat dekat dengan seni kriya. Kemajuan seni lukis tidak terlepas dari pelaku seni/seniman, kurator, pangsa pasar atau yang sering dikenal dengan sebutan kolektor, ketiga aktor tersebut sangat berperan penting dalam perkembangan seni lukis di Indonesia (baca; Gerakan seni rupa Baru).

Kenapa pengamat membuat suatu persepsi meletakkan ketiga aktor tersebut dalam perkembangan seni lukis, karena meraka adalah organ yang selalu berhubungan erat dan tidak bisa dipisahkan, dan pengamat mengistilahkan dengan bahasa yang lebih umum mengambil suatu studi kasus adalah jam, anggap saja ketiga aktor tersebut adalah ketiga alat pemutar dalam jam tersebut, apabila dari organ tersebut itu tidak berjalan, bisa diambil kesimpulan jam tidak akan berjalan, begitu sebaliknya. Ketiga organ tersebut memainkan peran sama pentingnya, untuk menjalankan jam tersebut.

Pelaku seni yang lebih dikenal dengan Seniman, mereka yang mengekrpesikan ide kreatifitas mereka yang dituangkan dalam suatu media kanvas, apa yang terekam dari pikiran seniman ditranfer ke media kanvas. dari gejala-gejala yang terjadi disekitar seniman tersebut, proses kreatifnya tidak terlepas dari visual, tekstual dan kontekstual.

Kurator atau yang lebih dikenal dengan sebutan dengan pengamat seni, dialah yang mengemas tampilan visual, tekstual, dan kontekstual seniman, cara kerjanya ia mengadopsi dari proses kreatif seniman untuk disampaikan ke publik dalam suatu event pameran, baik dari kerjanya yang bersifat pasif maupun aktik, lisan ataupun tulisan, ia yang menyebarkan isu dan propaganda seniman baik dari media surat kabar, media elektronik, dan langsung disampaikan dihadapkan publik yaitu yang bersifat diskusi maupun seminar. Yang lebih hebatnya lagi kurator bisa menyetir si seniman, bahasa kurator lebih diakui ke publik dari senimannya sendiri, walaupun opini yang dibawa seniman berbeda yang dibawa oleh kurator.

Kolektor dalam arti kata koleksi, orang yang mengkoleksi suatu benda. Dari seniman, kurator sampai juga pada aktor yang ketiga yaitu kolektor, sebagai pemilik modal baik dari personal atau lembaga. Dari proses kreatif seniman dan dibaca oleh kurator akhirnya sampai juga ketangan kurator, ketika kolektor melihat karya tersebut itu baik, kolektor berlomba-lomba untuk mengucurkan dana untuk mendapatkan karya tersebut, kolektor juga mempunyai bergaining position yang sangat kuat pada perkembangan seni lukis Indonesia, ketika karya tersebut dibeli dengan harga yang sangat tinggi, maka nama seorang seniman tersebut akan terangkat, dampak negatif; perkembangan seni lukis bisa bisa dihambat oleh pemilik modal, dan disisi positif; pelaku seni akan berlomba-lomba untuk membuat proses kreatif yang baik agar diakui oleh pemilik modal (baca; Neo Imprealisme dan Kapiltalisme). Kolektor juga bisa juga bisa menetukan gaya seni yang potensial untuk sekarang ini, nama besar kolektor bisa mempengaruhi identitas seniman.




Formasi bagan diadopsi dari Altusser kemudian dimodifikasi oleh Du Gay kemudian dimodifikasi lagi menurut kebutuhan (baca; Culture Studies)





Dari penjelasan diatas, kita kembali kepada topik pembahasan awal. Sekarang kita bertanya kepada Seni Kriya apakah mereka mempunyai organ yang ada pada seni lukis, mari kita cek bersama! Pertama, Apakah Seni Kriya mempunyai seniman kriya? jawabnya Seni Kriya mempunyai seniman kriya, tetapi yang secara konsisten seniman seni kriya bisa dihitung. Seniman seni kriya yang sering tampil dalam event pameran, pemainnya adalah seniman yang sama. Kedua, apakah seni kriya mempunyai kurator? Jawabanya seni kriya mempunyai kurator, kasusnya sama dengan seniman kriya. Ketiga, apakah seni kriya mempunyai kolektor? Jawabnya seni kriya mempunyai kolektor, tetapi tidak jelas apakah secara konsisten kolektor kriya, apakah sang kolektor hanya tertarik pada karya seni kriya, untuk menambah koleksi karya seni kolektor.

Dari paparan diatas seni kriya belum mempunyai konstruksi organ, seperti yang dimiliki oleh seni lukis? Bisa dimaklumi, bahwa seni kriya pada saat sekarang berjalan ditempat, event pameran seni kriya dalam sangat minim. Hal itu sudah jelas dari paparan diatas, bagaimana seni kriya bisa mengadakan event pameran sesering seni lukis, karena seniman seni kriya sedikit. untuk penyebaran opini kepada masayarakat, kurator seni kriya bingung ingin menulis apa untuk opini, apakah yang harus ditulis mengenai kriya. Pameran seni kriya sangat minim, wajar saja wacana seni kriya sangat minim.

Dari masalah-masalah diatas, kita harus merevisi dan menata kembali seni kriya jangan dibiarkan berlarut-larut keadaan kriya seperti ini, ketika seni kriya ingin menata kembali atau merevitalisasi menjadikan lebih baik, pinjam dari kata pak Sumartono (baca; Revitalisasi seni kriya), organnya harus dibenahi dulu seperti Seniman, Kurator, dan kolektor. Ketika organ tersebut belum berjalan dan belum diatasi, jangan harap mau seni kriya akan berkembang. Ketiga aktor tersebut, seniman, kurator, dan kolektor merupakan pondasi untuk melangkah selanjutnya, ketika pondasi tersebut belum ada maka akan sulit melangkah selanjutnya, ketika dipaksakan untuk melangkah selanjutnya, seni kriya akan cepat goyah. Sebagai pertimbangan untuk menata kembali seni kriya sebagai support kita harus mempelajari historis dan estetis, karena seni kriya tidak lenyap ditelan zaman, sampai kapan seni kriya akan terus dibutuhkan.

Kajian historis dalam pembahasan ini adalah jalinan cerita yang sudah terjadi dimasa lampau, dan tertulis dalam suatu catatan tertentu yang berguna untuk kemajuan seni kriya, misalnya saja seni kriya merupakan seni rupa awal sebelum seni lukis masuk, seni kriya seumur dengan peradaban manusia, hal tersebut bisa dibuktikan peadaban manusia di wilayah Mesir dan Yunani sangat erat kaitannya dengan seni kriya, coba saja kita tengok dibangunan dan arsikterurnya, banyak terdapat ornamen salah satu karya seni kriya. Karya Seni Kriya merupakan karya adiluhung yang kaya akan khasanah kebudayaan dimiliki bangsa Indonesia, lihat saja batik, keris, dan wayang sudah diakui oleh dunia yang mempunyai sertifikasi ISO dunia.

Kajian estetis cakupannya luas, banyak menyamakkan dengan estetis keindahan dan filsafat keindahan, ada juga yang menyebut Estetika, tetapi dalam kajian ini lebih disepesifikkan, mengenai karya seni kriya kriya itu sendiri, karya seni kriya tidak terbatas baik dari bentuk maupun material yang dibutuhkan, coba saja kita bandingkan dengan seni lukis yang hanya terpaku pada kanvas pada bidang dunia demensi, sedangkan kalau dikaji kembali seni kriya mempunyai karya berbagai macam bentuknya dua dimensional dan tiga dimensional,material juga berbagai macam baik dari kayu, logam, tekstile, kulit, keramik, dan lain-lain. Secara gobal cakupannya seni kriya tanpa batas.

Perlu pengamat garis bawahi kembali, bahwa tulisan seni hanya rancangan global dan bukan pembenaran secara mutlak, yang mungkin banyak pemikiran tentang cara menata kembali seni kriya daripada tulisan ini. Kalau kita berbicara tentang pembenaran kita harus mengkaji lebih dalam lagi, bila perlu mengadakan penelitian tentang kajian ini. Tulisan ini hanya sebagai percikan api, untuk merespon teman-teman agar bisa menyadari fenomena yang kita hadapi. Tidak lupa, pengamat mengucapkan selamat berpameran, dari pameran ini mungkin saja berawal ketiga aktor diatas yang secara konsisten mempertahankan seni kriya.

No comments: