15 June 2007

Wayang sebuah perjalanan masa lampu ke masa sekarang

Wayang sebuah perjalanan masa lampu ke masa sekarang
Oleh, Antonius

Wayang sebuah kata yang asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia, khususnya di masyarakat Jawa. Bagi orang-orang yang yang bergelut dibidang seni terlebih kriya seni, Wayang adalah sebuah Mahakarya yang adiluhung “High Art” dari masa lampau, dimana wayang merupakan simbol sebuah jembatan yang menghubungkan budaya-budaya terlihat dalam penuangan unsur-unsur konsep yang ada pada cerita dan tokoh-tokoh wayang itu sendiri seperti misalnya unsur filosofis, unsur estetis dan unsur krateristiknya.
Pada zaman hindu di Indonesia wayang sering digunakan sebagai sarana ritual yang kadang kala menjadi sebuah pengambaran mengenai kisah-kisah dewa Hindu sebagai tanda penghormatan dan mengajarkan ajaran-ajaran hindu dan filosofisnya, seperti misalnya pada cerita Ramayana. Mulai dari masa kerajaan Kediri setelah Tahun 928 M, kkitab-kitab mengenai cerita-cerita pewayangan telah ditulis, karena pada masa itu. Raja-raja Kediri banyak memberi perhatian soal kesenian wayang dimana wayang telah menjadi wacana rohani dalam penyebaran agama Hindu.
Contoh dari kitab-kitab itu adalah;
a) Pada masa pemerintahan Empu Sendok (tahun 929-947 M) dibuatlah kitab Agastyaparwa.
b) Pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa (tahun 991-1016M) muncullah Kitab Uttarakanda, kitab Adiparwa, Sabhaparwa, Wirataparwa, dll.
c) Pada masa pemerintahan raja Airlangga (tahun 1019-1042) munculah kitab Arjuna Wiwaha ciptaan Epu Kanwa.
d) Sampai pada masa pemerintahan Raja Jayabaya (tahun 1135-1157) dengan adanya kitab Baratayudha, dll.
Sama halnya pada zaman Islam di Indonesia Wayang juga digunakan sebagai sarana untuk penyebaran agama, Mulai dari masa kerajaan Mataram Islam sampai masa Walisongo. Dari kesemuanya itu secara tidak langsung perkembangan wayang saat itu merupakan wujud inkulturasi antara budaya jawa, hindu dan Islam.
Berbeda dengan perkembangan Wayang pada masa sekarang yang hingga dalam penyajiannya sedikit mengalami pengurangan segi Spiritual yang pada masa lampau sangat diperhitungkan, meski begitu penyajian wayang dikemas lebih menarik dengan tujuan menambah minat penonton untuk menontonnnya, seperti misalnya Ki Manteb seorang dalang yang menyajikan pagelaran wayang dengan banyolan dan gaya lawaknya, begitu pula dengan dalang Sujiwo Tejo dan Ki Joko Edan. Walau tidak disangkal masih ada dalang yang menyajikan pagelaran wayang dalam kepakemannya misalnya K Timbul Hadiprayitno da Ki Anom Suroto yang nerupakan para Maestro dalam seni Wayang.
Dari Fenomena perubahan inilah perkembangan Wayang dari masa lampau hingga sekarang memunculkan beberapa perbedaan, perbedaan itu apat dilihat dalam bentuk penyajian dan kisah-kisah wayang itu sendiri, dimana hal itu merupakan sebuah jembatan yang dapat memunculkan konsep-konsep baru melalui berbagai wacana dalam realita kehidupan. Dan jembatan ini diharapkan ide-ide baru itu muncul dan mulai dituanglkan tanpa dibatasi oleh banyaknya media-media seni maupun diluar seni.
Contoh beberapa karya-karya seni yang merupakan ide-ide baru yang mengambil konsep-konsep wayang misalnya adalah karya seorang Kreografer yang memang tidak asing lagi didnia seni tari yaitu bapak Miroto dengan karya tari-tarinya yang berjudul Shadow Dance. Lalu karya Heru Dono yang telah membuat gubahan wayang yang memunculkan karakter baru dan masih banyak lagi karya-karya lain yang merupakan pemunculan ide-ide baru dari para pejuang seni lain. Demikian setidaknya ide-ide baru ini muncul yang merupakan penyajian wacana baru dari sebuah realita hidup dalam unsur-unsur sosial, unsur Politik, unsur Ekonomi, bahkan kesehatan, dll.

No comments: