15 June 2007

Museum batik dan Sulam Jogjakarta

Museum batik dan Sulam Jogjakarta

Batik sudah bosan dengan rutinitas dan ingi9n menikmati waktu luang anda? Isi waktu luang anda dengan kegiatan yang menambah wawasan. Berkunjung kemuseum misalnya. Darei sekian banyak museum dikota jogja, terdapat sebuah museum yang menarik, yakni museum dikota Jogja, yakni sebuah museum bati dan sulam yang sudah berdiri sejak 12 mei 1977. museum ini terletak di jalan Sutomo 13 A dan menempati Areal seluas 400 m2. bapak hadi Nugroho memprakarsai berdirinya museum ini. semula koleksi bati-batik yang ada adalah koleksi pribadi dan keluarga saja. Kebetulan eyang saya adalah pengusaha batik, kemudian menurun ke orang tua dan selanjutnyta saya” kata pak hadi lirih. Berawal dari kecintaan dan kepuduliannya, koleksi batik yang ada semakin bertambah banyak, karena beliau juga aktif berburu motif-motif batik yang langka.

Museum dibuka pada hari senin-sabtu pukul 9.00-15.00. berbagai koleksi batik, peralatan batik seperti aneka canting, 560 motif dari berbagai cap ragam hias/motif mulai dari abadke-4, sarung maupun kain panjang dapat anda nikmati. Anda juga bisa melihat koleksi batik tulis dari berbagai daerah seperti pekalongan, klaten maupun Jogjakarta. Koleksi tertua berupa kain panjang yang dibuat tahun 1780.

Pada areal yang sama anda juga dapat menjumpai koleksi sulaman atau bordir. Berawal dari hobi menggambar, ibu dewi nugroho mencoba menuangkan dalam metode sulam acak diatas kain strimin. Museum yang dibuka pada tanggal 12 mei 2001 ini mendapatkan penghargaan dari museum rekor Indonesia (MURI) sebagai pemarkarsa pendirian museum sulam pertama di Indonesia. MURI juga mencatat hasil karya ibu dewi yang berupa lukisan sulam terpanjang dengan ukuran 40x90 cm berjudul penyaliban tuhan Yesus, yang dikerjakan selam 3,5 tahun. Berbgai hasil sulaman acak karya ibu Dewi juga dipamerkan disini, dari foto diri ibu Dewi sampai foto-foto dari tokoh-tokoh terkenal dunia, misalnya sultan HB IX, Ronald Reagan dan lain-lain

Keberadaan museum ini hinga sekarang merupakan bentuk kepedulian bapak Hadi Nugroho dan ibu Dewi, meski tanpa subsidi dari pemerintah. Menjelang usia yang ke-28, museum batik dan sulam diharapkan bisa mulai berbenah diri karena sebuah museum sebagai salah salah satu sumber informasi tidak bisa berpenampilan seadanya.

Dikutip kembali, oleh Noverdiansyah S HakimSumber, Jogja info & Guidance, edisi mei 2005 hal11.

No comments: